Sabtu, 09 Januari 2010

 

Juventus F.C.

Juventus Football Club (dari bahasa Latin:[4] iuventus: youth, pengucapan [juˈvɛntus], biasa disebut sebagai Juventus dan popular dengan nama Juve, merupakan sebuah klub sepakbola professional asal Italia yang berbasis di kota Turin, Piedmont, Italia. Klub ini didirikan pada 1897 dan telah mengarungi beragam sejarah manis, dengan pengecualian kejadian musim 2006-06, di Liga Italia Serie-A. Klub ini sendiri merupakan salah satu anak perusahaan dari FIAT Group, yang saat ini dikuasai oleh keluarga Agnelli, dan membawahi perusahaan-perusahaan lain seperti Fiat Automobile, Ducati Corse (termasuk tim balap MotoGP dan WSBK Ducati), tim F1 Scuderia Ferrari, Ferrari Corse, dan Maserati Automobile.

Juventus merupakan salah satu tim tersukses dalam sejarah sepakbola Italia.[5] Dan juga tercatat sebagai salah satu klub tersukses di dunia.[5] Merujuk pada International Federation of Football History and Statistics, sebuah organisasi internasional yang berafiliasi pada FIFA, Juventus menjadi klub terbaik Italia di abad 20, dan menjadi klub terbaik Italia kedua di Eropa dalam waktu yang sama.[6]

Secara keseluruhan, klub ini telah memenangi 51 kejuaraan resmi, terbanyak kedua setelah A.C Milan.[7] Dengan rincian 40 di Italia, dan 11 di zona UEFA dan dunia.[8][9] Sekaligus menjadikannya sebagai klub tersukses ketiga di Eropa, dan keenam di dunia, dengan gelar-gelar dunia yang diakui oleh enam organisasi konfederasi sepakbola, dan tentunya FIFA.[10]

Klub ini menjadi klub pertama Italia dan Eropa Selatan yang berhasil memenangi gelar Piala UEFA (sekarang namanya menjadi Liga Europa).[11] Pada 1985, Juventus menjadi satu-satunya klub di dunia yang berhasil memenangi seluruh kejuaraan piala internasional dan kejuaraan liga nasional,[12] dan menjadi klub Eropa pertama yang mampu menguasai semua kejuaraan UEFA dalam satu musim.[13][14][15]

Juventus juga menjadi salah satu klub sepakbola Italia dengan jumlah fans terbesar[16], dan diperkirakan ada 170 juta orang didunia yang juga menjadi fans Juve.[17] Klub ini menjadi salah satu pencipta ide European Club Association, yang dulu dikenal dengan nama G-14, yang berisikan klub-klub kaya Eropa. Klub ini juga menjadi penyumbang terbanyak pemain untuk tim nasional Italia.

Sejak 2006 klub ini bermarkas di Stadio Olimpico di Torino, dimana stadion mereka yaitu Stadio delle Alpi, sedang dalam perombakan besar-besaran yang diperkirakan akan selesai pada awal musim 2011-2012, dimana nanti namanya akan berubah menjadi Juventus Arena.[18]

Sejarah


Juventus didirikan dengan nama Sport Club Juventus pada pertengahan tahun 1897 oleh siswa-siswa dari sekolah Massimo D'Azeglio Lyceum di Turin[19], tetapi kemudian berubah nama menjadi Foot-Ball Club Juventus dua tahun kemudian.[2] Klub ini bergabung dengan Kejuaraan Sepakbola Italia pada tahun 1900. Dalam periode itu, tim ini menggunakan pakaian warna pink dan celana hitam. Juve memenangi gelar Serie-A perdananya pada 1905, ketika mereka bermain di stadion Velodromo Umberto I. Di sana klub ini berubah warna pakaian menjadi hitam putih, terinspirasi dari klub Inggris Notts County.[20]

Pada 1906, beberapa pemain Juve secara mendadak menginginkan agar Juve keluar dari Turin.[2] Presiden Juve saat itu, Alfredo Dick kesal dan ia memutuskan hengkang untuk kemudian membentuk tim tandingan bernama FBC Torino yang kemudian menjadikan Juve vs. Torino sebagai Derby della Mole.[21] Juventus sendiri ternyata tetap eksis walaupun ada perpecahan, bahkan bisa bertahan seusai Perang Dunia I.[20]




Raja Italia

Juventus FC di tahun 1903.

Pemilik FIAT, Edoardo Agnelli mengambil alih kendali Juventus pada 1923, dimana kemudian ia membangun stadion baru.[2] Hal ini memberikan semangat baru untuk Juventus, dimana pada musim 1925-26, mereka berhasil menjadi scudetto dengan mengalahkan Alba Roma dengan agregat 12-1. Pada era 1930-an, klub ini menjadi klub super di Italia dengan memenangi gelar lima kali berturut-turut dari 1930 sampai 1935, dibawah asuhan pelatin Carlo Carcano[20], dan beberapa pemain bintang seperti Raimundo Orsi, Luigi Bertolini, Giovanni Ferrari dan Luis Monti.

Juventus kemudian pindah kandang ke Stadio Comunale, tetapi di akhir 1930-an dan di awal 1940-an mereka gagal merajai Italia. Bahkan mereka harus mengakui tim sekota mereka, A.C. Torino.

Setelah Perang Dunia II, Gianni Agnelli diangkat menjadi presiden kehormatan. Klub ini lantas menambah dua gelar Serie-A pada 1949–50 dan 1951–52, dibawah kepelatihan orang Inggris, Jesse Carver.

Dua striker baru dikontrak pada musim 1957–58; seorang Wales bernama John Charles dan blasteran Italia-Argentina Omar Sivori, yang bermain bersama punggawa lama seperti Giampiero Boniperti. Musim ini, Juve kembali berjaya di Serie-A, dan menjadi klub Italia pertama yang mendapatkan bintang kehormatan karena telah memenangi 10 gelar Liga Serie-A. Di musim yang sama, Omar Sivori terpilih menjadi pemain Juventus pertama yang memenangi gelar Pemain Terbaik Eropa. Juve juga berhasil memenangi Coppa Italia setelah mengalahkan ACF Fiorentina di final. Boniperti pensiun di 1961 sebagai top skorer terbaik Juventus sepanjang masa dengan 182 gol di semua kompetisi yang ia ikuti bersama Juventus.

Di era 1960-an, Juve hanya sekali memenangi Serie-A yaitu di musim 1966–67. Tetapi pada era 1970-an, Juve kembali menemukan jatidirinya sebagai klub terbaik Italia. Di bawah kepelatihan mantan pemain Juve Čestmír Vycpálek, Juve berhasil menambah dua gelar Serie-A pada musim 1971–72 dan 1972–73, dengan pemain bintang seperti Roberto Bettega, Franco Causio dan José Altafini. Selanjutnya mereka berhasil menambah dua gelar lagi bersama defender Gaetano Scirea. Dan dengan masuknya pelatih hebat bernama Giovanni Trapattoni, Juve berhasil memperpanjang dominasi mereka di era 1980-an.

[sunting] Merajai Eropa

Era tangan dingin Trapattoni benar-benar membuat Serie-A porak poranda di 1980-an.[20] Juve sangat perkasa di era tersebut, dengan tiga gelar Serie-A empat kali di era tersebut. Puncaknya adalah pada 1982 dimana Juve menjadi klub Serie-A pertama yang berhasil memenangi Serie-A sebanyak 20 kali[22], dan itu berarti mereka boleh menambah tanda bintang di kausnya satu kali lagi. Paolo Rossi, salah satu pemain Juve bahkan terpilih menjadi Pemain Terbaik Eropa pada 1982, sesaat setelah berlangsungnya Piala Dunia 1982.[23]

Setelah Rossi, pria Perancis bernama Michel Platini secara mengejutkan berhasil menjadi pemain Eropa tiga kali berturut-turut; 1983, 1984 dan 1985, dimana sampai saat ini belum ada pemain yang bisa menyamai dirinya. Juventus menjadi satu-satunya klub yang mampu mengantarkan pemainnya menjadi pemain terbaik Eropa sebanyak empat tahun berurutan.[24] Platini juga menjadi bintang saat Juve berhasil menjadi juara Liga Champions Eropa pada 1985 dengan sumbangan satu gol semata wayangnya. Tragisnya, final melawan Liverpool FC dari Inggris tersebut yang berlangsung di Stadion Heysel Belgia, harus dibayar mahal dengan kematian 39 tifoso Juventus akibat terlibat kerusuhan dengan para hooligans dari Liverpool. Sebagai hukuman, tim-tim Inggris dilarang mengikuti semua kejuaraan Eropa selama lima tahun.[25] Dia khir 1980-an, Juve gagal menunjukkan performa terbaiknya, mereka harus mengakui keunggulan Napoli dengan bintang Diego Maradona, dan kebangkitan dua tim kota Milan, AC Milan dan Inter Milan.[20] Pada 1990, Juve pindah kandang ke Stadio delle Alpi, yang dibangun untuk


Era Marcello Lippi

Pemecah rekor Juventus Alessandro Del Piero.

Marcello Lippi mengambil alih posisi manajer Juventus pada awal musim 1994-95.[2] Ia lantas mengantarkan Juventus memenangi Serie-A untuk pertama kalinya sejak pertengahan 1980-an di musim 1994-95. Pemain bintang yang ia asuh saat itu adalah Ciro Ferrara, Roberto Baggio, Gianluca Vialli dan pemain muda berbakat bernama Alessandro Del Piero. Lippi memimpin Juventus untuk memenangi Liga Champions Eropa pada musim itu juga, dengan mengalahkan Ajax Amsterdam melalui adu penalti, setelah skor imbang 1-1 pada babak normal, dimana Fabrizio Ravanelli menyumbangkan satu gol untuk Juve.[27]

Sesaat setelah bangkit kembali, para pemain Juventus yang biasa-biasa saja saat itu secara mengagumkan bisa mengembangkan diri mereka menjadi pemain-pemain bintang. Mereka adalah Zinedine Zidane, Filippo Inzaghi dan Edgar Davids. Juve kembali memenangi Serie-A musim 1996–97 dan 1997–98, termasuk juga Piala Super Eropa 1996[28] dan Piala Interkontinental 1996.[29] Juventus juga mencapai final Liga Champions di musim 1997 dan 1998, tetapi mereka kalah oleh Borussia Dortmund (Jerman) dan Real Madrid (Spanyol).[30][31]

Setelah dua musim absen karena dikontrak oleh Inter Milan (dan gagal), Marcello Lippi kembali ke Juventus di awal 2001. Pria penyuka cerutu ini lantas membawa beberapa pemain biasa, yang kembali ia berhasil sulap menjadi pemain hebat, diantaranya Gianluigi Buffon, David Trézéguet, Pavel Nedvěd dan Lilian Thuram, dimana para pemain tersebut membantu Juve kembali memenangi dua gelar Serie-A di musim 2001-02 dan 2002-03. Juve juga berhasil maju kembali ke final Liga Champions, sayangnya mereka kalah oleh sesame tim Italia lain, AC Milan. Tahun berikutnya, Lippi diangkat menjadi manajer timnas Italia setelah bersaing ketat dengan Fabio Capello, dan mengakhiri eranya sebagai pelatih terbaik Juventus di era 1990-an dan awal 2000-an.[22]

Saat ini

Fabio Capello, pemain yang kemudian menjadi pelatih Juventus di 2004-2006.

Mantan pemain Juventus era 1970-an, Fabio Capello diangkat menjadi pelatih Juve pada 2004. Ia membawa timnya menjuarai dua musim Serie-A di musim 2004-05 dan 2005-06. Sayangnya, di Mei 2006 Juve ketahuan menjadi salah satu klub Serie-A yang terlibat skandal pengaturan skor bersama AC Milan, AS Roma, SS Lazio, dan ACF Fiorentina. Juve terkena sanksi berat, dimana mereka terpaksa di degradasi ke Serie-B untuk pertama kali dalam sejarah. Dua gelar yang dibawa Capello juga harus direlakan untuk dicabut.[32]

Dibawah manajer muda Perancis, Didier Deschamps dan para pemain setia seperti Gianluigi Buffon dan Pavel Nedved, Juve menjadi tim super di Serie-B dan dengan hasil sebagai juara Serie-B untuk pertama kalinya, Juve kembali ke Serie-A pada musim 2007-08. Claudio Ranieri[33] diangkat menjadi pelatih Juve setelah Deschamps berseteru soal bayaran gaji. Sayangnya usia Ranieri juga tidak berlangsung lama setelah ia gagal membawa Juve juara di musim 2008-09.[34] Mantan pemain Juve lain, Ciro Ferrara mulai bertugas menangani Juve di dua pertandingan akhir musim 2008-09 dan melanjutkan posisinya untuk musim 2009-10.[35]

Warna, logo, dan julukan

Vincenzo Iaquinta, dengan kostum Juventus tahun 2008-09.

Juventus telah bermain memakai kostum berwarna hitam dan putih ala zebra sejak tahun 1903. Aslinya, Juve bermain memakai kostum berwarna pink, tetapi karena satu dan lain hal, salah satu pemain Juve malah tampil dengan pakaian belang. Akhirnya Juve memutuska untuk beralih kostum menjadi belang hitam-putih.[36]

Juventus lantas menanyakan pada pemain yang memakai baju belang tersebut, yaitu orang Inggris bernama John Savage, apakah ia bisa mengontak teman-temannya di Inggris yang bisa menyuplai kostum Juve dengan warna tersebut. Ia lantas menghubungi temannya yang tinggal di Nottingham, yang menjadi supporter Notts County, untuk mengirim kostum belang hitam-putih ke Turin, dan temannya tersebut menyanggupinya.[36] Juve have worn the shirts ever since, considering the colors to be aggressive and powerful.[36]

Logo resmi Juventus Football Club telah mengalami berbagai perubahan dan modifikasi sejak tahun 1920. Modifikasi terakhir adalah pada musim 2004-05. Dimana saat itu mereka mengubah logo menjadi oval, dengan lima garis vertical, dan banteng yang dibentuk dalam sebuah siluet. Dahulu sebelum musim 2004-05, Juve memiliki sebuah symbol berwarna biru (yang merupakan symbol lain dari kota Turin). Selain itu ditambahkan juga dua bintang yang menggambarkan mereka sebagai satu-satunya klub yang mampu memenagi gelar Serie-A 20 kali. Sementara di era 1980-an, logo Juve lebih banyak dihiasi dengan siluet seekor zebra, menggambarkan mereka sebagai tim zebra kuat di Serie-A.

Dalam perjalanan sejarahnya, Juve telah memiliki beberapa nama julukan, la Vecchia Signora[1] (the Old Lady dalam bahasa Inggris atau "si Nyonya Tua" dalam bahasa Indonesia) merupakan salah satu contoh. Kata "old" (tua) merupakan bagian dari nama Juventus, yang berarti "youth" (muda) dalam Latin.[4] Nama ini diambil dari usia para pemain Juventus yang muda-muda di era 1930-an. Nama "lady" (nyonya) merupakan bagian dari sebutan para tifoso ketika memanggil Juve sebelum era 1930-an. Klub ini juga mendapat julukan la Fidanzata d'Italia (the Girlfriend of Italy dalam bahasa Inggris atau "Pacar Italia" dalam bahasa Indonesia), karena selama beberapa tahun, Juve selalu memasok pemain baru dari daerah selatan Itala seperti dari Naples atau Palermo, dimana selain bermain sebagai pesepakbola, mereka juga bekerja untuk FIAT sejak awal 1930-an. Nama lain Juve adalah: I Bianconeri (the black-and-whites, atau Si Belang) dan Le Zebre (the zebras[37], atau Si Zebra) yang merujuk pada warna kostum Juventus.


Stadion

Stadio Olimpico di Torino, kandang Juventus dari 1933 sampai 1990.

Setelah dua musim perdana mereka (1897 dan 1898), dimana Juve bermain di Parco del Valentino dan Parco Cittadella, pertandingan-pertandingan selanjutnya di gelar di Piazza d'Armi Stadium sampai 1908, kecuali di 1905 saat nama Scudetto diperkenalkan untuk pertama kali, dan di di 1906, dimana Juve bermain di Corso Re Umberto.

Dari 1909 sampai 1922, Juve bermain di Corso Sebastopoli Camp, dan selanjutnya mereka pindah ke Corso Marsiglia Camp dimana mereka bertahan sampai 1933, dan memenangi empat gelar liga. Di akhir 1933 mereka bermain di Stadio Mussolini yang disiapkan untuk Piala Dunia 1934. Setelah PDII, stadion tersebut berganti nama menjadi Stadio Comunale Vittorio Pozzo. Juventus memainkan pertandingan kandangnya di sana selama 57 tahun dengan total pertandingan sebanyak 890 kali.[38] Sampai akhir Juli 2003 tempat tersebut masih dipakai sebagai sempat latihan Juve yang resmi.[39]

Dari tahun 1990 sampai akhir musim 2005-06, Juve menggunakan Stadio Delle Alpi, sebagai kandang mereka yang aslinya dibangun untuk Piala Dunia 1990, sesekali Juve juga menggunakan stadion lain seperti Renzo Barbera di Palermo, Dino Manuzzi di Cesena dan San Siro at Milan.[39]

Agustus 2006 Juve kembali bermain di Stadio Comunale, yang sekarang dikenal dengan nama Stadio Olimpico, setelah Stadio Delle Alpi dipakai dan kemudian direnovasi untuk Olimpiade Musim Dingin Turin 2006.

Pada November 2008 Juventus mengumumkan bahwa mereka akan menginvestasikan dana sebesar €100 juta untuk membangun stadion baru di bekas lahan Stadion Delle Alpi. Berbeda dengan Delle Alpi, stadion baru Juve ini tidak menyertakan lintasan lari, dan jarak antara penonton dengan lapangan hanya 8,5 meter saja, mirip dengan mayoritas stadion di Inggris, dimana kapasitasnya diperkirakan akan berisi 41.000 kursi. Pekerjaan ini dimulai pada musim semi 2009, dan diperkirakan akan selesai pada awal musim 2011-12. [40]

Pendukung

Tifosi Juventus dalam sebuah pertandingan.

Juventus merupakan salah satu klub sepakbola dengan jumlah pendukung terbesar di Italia, dengan jumlah tifoso hampir 12 juta orang[17] (32.5% dari total tifosi bola di Italia), merujuk pada penelitian yang dilakukan pada Agustus 2008 oleh harian La Repubblica,[16] dan merupakan salah satu klub dengan jumlah supporter terbesar di dunia, dengan jumlah fans hampir 170 juta orang[17] (43 juta orang di Eropa),[17] selebihnya ada di Mediterrania, yang kebanyakkan diisi oleh imigran Italia.[41] Tim Turin ini juga mempunyai fans club yang cukup besar di seluruh dunia, salah satunya di Indonesia melalui Juventini Indonesia.[42]

Tiket-tiket pertandingan kandang Juve memang tidak selalu habis setiap kali Juve bertanding di Serie-A atau Eropa, kebanyakkan fans Juve di Turin mendukung tim kesayangan mereka lewat bar-bar atau restoran. Di luar Italia, kekuatan supporter Juventus sangatlah kuat. Juve juga sangat popular di Italia Utara dan Pulau Sisilia, dan menjadi kekuatan besar saat Juve bertanding tandang,[43] lebih dibandingkan para pendukung di Turin sendiri.


Rivalitas

Juventus mempunyai tiga rival utama di Italia. Pertama adalah klub sekota, FC Torino, dimana setiap pertandingan derby versus Juve selalu dijuluki Derby della Mole (Derby dari Torino) yang berawal sejak tahun 1906 dimana lucunya Torino sendiri didirikan oleh mantan-mantan pemain Juventus. Rival Juve yang lain di Italia adalah Internazionale; pertandingan Juve vs. Inter dijuluki sebagai Derby d'Italia (Derby dari Italia).[44] Sampai akhir musim 2006 ketika Juve terlempar ke Serie-B, Inter dan Juve merupakan dua tim yang tidak pernah terdegradasi ke Serie-B. Dua klub ini juga menjadi klub dengan fans terbesar di Italia, sejak pertengahan 1990-an.[44] Juve juga memiliki rival dengan AC Milan,[45] AS Roma[46] dan AC Fiorentina.[47]

Sementara untuk kawasan Eropa sendiri, rival utama Juventus adalah Manchester United FC dari Inggris dan FC Bayern Munich dari Jerman, dimana keduanya sangat sering sekali bertemu di ajang Liga Champions Eropa.



Prestasi dan penghargaan

Secara umum, Juventus adalah klub tersukses di Italia dengan raihan gelar 40 gelar nasional di Italia,[7] dan salah satu klub tersukses di dunia,[5][6] dengan raihan 11 gelar internasional,[8] dengan raihan rekor 9 gelar UEFA dan dua FIFA.[51] menjadikan mereka sebagai klub ketiga yang sukses di Eropa[9] dan juga dunia,[10] dimana semuanya telah diakui secara pasti oleh UEFA dan FIFA, beserta enam konfederasi sepakbola dunia.[8]

Juventus telah memenangi 27 gelar Serie-A, dan menjadi rekor terbanyak sampai saat ini,[22] dan juga menjadi catatan tersendiri saat Juve mendominasi lima musim berturut-turut Serie-A dari musim 1930-31 sampai 1934-35.[22] Mereka juga telah memenangi Piala Italia Sembilan kali, dan menjadi rekor sampai saat ini.[52]

Juventus menjadi satu-satunya klub sepakbola Italia yang telah mendapatkan dua bintang sebagai tanda mereka telah menjuarai Serie-A lebih dari 20 kali. Bintang pertama mereka dapatkan pada musim 1957-58 ketika Juve berhasil menjuarai Serie-A untuk kesepuluh kalinya, dan yang kedua pada 1981-82 ketika Juve menjuarai Serie-A untuk keduapuluh kalinya. Juventus juga merupakan klub Italia pertama yang memenangi gelar dobel (Serie-A dan Coppa Italia) sebanyak dua kali, yaitu pada 1959-60 dan 1994-95.

Juventus tercatatkan juga sebagai klub pertama dan satu-satunya di dunia yang berhasil memenangi seluruh gelar kejuaraan resmi,[12] yang diakui oleh FIFA,[14][15][13][53] Juve memenangi Piala UEFA tiga kali, berbagi rekor bersama Liverpool dan Inter Milan.[54]

Klub Turin ini menempati posisi 7 —tetapi teratas untuk klub Italia—dalam daftar Klub Terbaik FIFA Abad 20 yang diumumkan pada 23 Desember 2000.[55]

Juventus juga mendapatkan status sebagai World's Club Team of the Year sebanyak dua kali tepatnya pada 1993 dan 1996[56], dan menempati rangking 3 dalam Rangking Klub Sepanjang masa (1991-2008) oleh International Federation of Football History & Statistics.[57]

Gelar juara nasional Italia


Gelar Eropa dan dunia



Kontribusi untuk tim nasional Italia

Secara keseluruhan, Juventus merupakan klub yang paling banyak menyumbang pemain untuk timnas Italia dalam sejarah,[74] Si Nyonya Tua menjadi satu-satunya klub yang menyumbangkan pemain sejak Piala Dunia 1934.[75] Juve juga menjadi contributor utama untuk timnas Italia yang dikenal dengan sebutan Dua Era Emas, yang pertama adalah saat era Quinquennio d'Oro (The Golden Quinquennium), dari 1931 sampai 1935, dan Ciclo Leggendario (The Legendary Cycle), dari 1972 sampai 1986.

Berikut adalah daftar pemain Juventus yang dipanggil masuk ke dalam skuad tim Azzuri Italia saat mereka memenangi gelar juara dunia:[76]

Dua pemain Juve memenangi gelar Sepatu Emas di Piala Dunia, yang pertama adalah Paolo Rossi di 1982 dan Salvatore Schillaci di Piala Dunia 1990. Sebagai kontributor untuk timnas juara dunia Italia, dua pemain Juve yaitu Alfredo Foni dan Pietro Rava, juga berhasil mengantarkan Italia merebut medali emas dalam Olimpiade Musim Panas 1936. Pemain Juve lainnya, Sandro Salvadore, Ernesto Càstano dan Giancarlo Bercellino juga menjadi bagian dari timnas juara Eropa Italia tahun 1968.[77]

Juventus juga berperan dalam menyumbang pemain-pemain hebat untuk timnas non-Italia. Zinedine Zidane dan Didier Deschamps adalah dua pemain Juve saat mereka memenangi Piala Dunia 1998 membuat Juventus menjadi penyumbang terbanyak skuad juara dunia suatu timnas dengan jumlah 24 pemain. Pemain timnas Perancis lain seperti Patrick Vieira, David Trézéguet dan Lilian Thuram juga sempat singgah bermain di Juventus. Tiga pemain Juve juga memenangi kejuaraan Piala Eropa dengan timnas non-Italia, Luis del Sol menjadi salah satunya saat ia memenangi Piala Eropa 1964 bersama Spanyol, disusul Michel Platini dan Zidane yang memenangi Euro 1984 dan Euro 2000


Juventus sebagai perusahaan

Sejak 27 Juni 1967, Juve tercatat sebagai perushaan publik, dan sejak 3 Desember 2001 nama mereka tercatat di Borsa Italiana. Saat ini saham Juventus dimiliki sebanyak 60% oleh Exor S.p.A, dan FIAT Group (keluarga Agnelli). 7.5% untuk Libyan Arab Foreign Investment Co. dan 32.5% kepada pemegang saham lainnya.

Bersama SS Lazio dan AS Roma, Juve menjadi satu dari tiga klub yang tercatat di Bursa Efek Italia. Juventus juga menjadi satu-satunya klub sepakbola yang menjadi anggota STAR (Segment of Stocks conforming to High Requirements, it. Segmento Titoli con Alti Requisiti), salah satu market segmen di dunia.

Tempat latihan Juve saat ini dimiliki oleh Vinovo S.p.A., dan diawasi oleh Juventus Football Club S.p.A dengan kepemilikan modal mencapai 71.3%.

Sejak 1 Juli 2008 Juve bergabung menjadi anggoya Safety Management System untuk karyawan dan atlet sesuai regulasi internasional OHSAS 18001:2007 dan anggota Safety Management System untuk sektor medis sesuai regulasi internasional ISO 9001:2000 resolution.

Merujuk pada jurnal ekonomi The Football Money League yang diterbitkan oleh konsultan keuangan Deloitte, di musim 2005-06 Juventus menjadi klub dengan pemasukan terbesar ketiga di dunia dengan prakiraan pemasukan €251.2 juta. Saat ini, Juve tercatat sebagai klub sepakbola terkaya di dunia berdasar rangking majalah Forbes, dimana di Italia mereka adalah yang terkaya kedua dibelakang AC Milan yang dimiliki raja media Italia Silvio Berlusconi.

Pemasok kostum dan sponsor

Periode Produsen kostum Sponsor
1979–1989 Kappa Ariston
1989–1992 Upim
1992–1995 Danone
1995–1998 Sony / Sony Minidisc
1998–1999 D+Libertà digitale / Tele+
1999–2000 CanalSatellite / D+Libertà digitale / Sony
2000–2001 Ciao Web / Lotto Sportal.com / Tele+
2001–2002 Lotto FASTWEB / Tu Mobile
2002–2003 FASTWEB / Tamoil
2003–2004 Nike
2004–2005 SKY Italia / Tamoil
2005–2007 Tamoil
2007–present New Holland FIAT Group





Jumat, 08 Januari 2010

 

profile Zooey Deschanel


Zooey Claire Deschanel (lahir 17 Januari 1980) merupakan seorang aktris, penyanyi, dan pencipta lagu berkebangsaan Amerika Serikat. Dia menjadi terkenal saat bermain di film utamanya seperti All the Real Girls (2003), Elf (2003), Winter Passing (2005), Failure to Launch (2006), dan Bridge to Terabithia (2007). Dia dilahirkan di Los Angeles. Dia berkarir di dunia film sejak tahun 1998.

Tidak hanya karir di dunia film, Zooey juga memiliki ketertarikan dan hasrat sendiri terhadap dunia musik. Pada tanggal 18 Maret 2008, Zooey merilis debut pertamanya Volume OneAmerika, M. Ward. Mereka berdua menamakan diri She & Him. bersama-sama dengan musisi asal

Latar Belakang Keluarga

Terlahir di Los Angeles, California, wanita yang bernama lengkap Zooey Claire Deschanel ini memiliki darah campuran Irlandia (Ibunya) dan Prancis (Kakeknya)[rujukan?]. Zooey terlahir sebagai anak bungsu dari dua bersaudara dan semua anggota keluarga Deschanel memiliki profesi di industri per-film-an Hollywood.

Ayah Zooey, Caleb Deschanel, adalah seorang sutradara dan sinematografi film yang pernah menjadi salah satu nominator penghargaan Academy-Award[rujukan?] sedangkan Ibunya, Mary Jo Deschanel, adalah seorang aktris film. Kakak perempuan Zooey, Emily Deschanel, juga seorang aktris film yang hingga tahun 2009 ini masih membintangi film seri Bones.

Semasa kecilnya Zooey sering kali berpindah-pindah dari satu kota ke kota lainnya seperti New York dan London. Zooey bahkan harus berpindah ke negara lain seperti Yugoslavia[1] karena mengikuti ayahnya yang sedang mengambil gambar untuk film-filmnya. Akan tetapi Zooey kecil tidak menyukai kegiatan berpindah-pindah tempat ini. Menurut pengakuannya, alasan ketidaksukaan Zooey ini adalah karena baginya tempat-tempat tersebut tidak memiliki makanan-makanan yang disukainya dan juga Zoeey kecil merasa sedih karena harus meninggalkan teman-temannya di Los Angeles[1].

Nama Zooey diambil dari tokoh yang bernama Zooey Glass dalam cerita Franny and Zooey, sebuah novel tentang keluarga karya J. D. Salinger pada tahun 1961[rujukan?]. Dalam novel tersebut tokoh protogonis Zooey Glass adalah seorang laki-laki, sedangkan Franny adalah tokoh perempuannya.

Keinginan Zooey untuk berakting sudah dimulai sejak ketika masih kecil Zooey melihat seorang anak yang berakting didalam sebuah iklan. Akan tetapi ayah Zooey tidak mengizinkan Zooey kecil berakting hingga gadis yang memiliki mata bundar berwarna hijau-biru ini memiliki SIM dan dapat menyetir sendiri menuju tempat-tempat audisi yang ingin dilakoninya[1].

Karir

[sunting] Film

Karir Zooey di dunia layar lebar dimulai pada tahun 1999 ketika wanita yang suka mengoleksi kacamata hitam berframe besar[1] ini membintangi drama-komedi Mumford dan dipercaya untuk memerankan tokoh Vanessa Watkins, seorang gadis depresi terhadap bentuk tubuhnya yang menginginkan menjadi langsing dan seksi.

Kiprah Zooey di dunia layar lebar terus meningkat dengan film yang tidak hanya drama ataupu komedi, tetapi juga thriller. Wanita pengagum film The Apartment ini memilih film-film yang diperankannya didasarkan kepada pemilihan karakter yang akan diperankannya dalam film tersebut[2]. Dalam memilih karakter-karakter yang diperankannya Zooey tidak ingin hanya terpaku kedalam satu peran yang memiliki karakter yang serupa[3]. Zooey berusaha agar setiap karakter yang diperankannya dalam sebuah film dapat memberikan tantangan kepadanya[3][4].

Zooey tidak pernah menjadikan profesinya sebagai aktris ini digunakannya sebagai ajang untuk menghasilkan uang[1]. Hal ini yang menyebabkan dirinya tidak terlalu tampak di film-film layar lebar yang memiliki keuntungan hasil produksi yang sangat besar. Aktris yang masih berumur kepala 2 di tahun 2009 ini memiliki filosofi tentang kehidupan bahwa apa yang kita kerjakan dinunia ini seharusnya disandarkan kepada kesukaan kita akan pekerjaan yang kita lakukan, seperti yang dikutip dalam wawancara dengannya berikut ini, "You have to keep reminding yourself it's not about money, because there is a lot of money to be made in this business if you're willing to do whatever,"[1]. Filsosfi ini sejalan dengan beberapa karakter yang diperankannya didalam beberapa film-filmnya seperti Yes Man (2008), Flakes (2007), dan Winter Passing (2005).

Di tahun 2005, gadis yang memang memiliki bakat dalam membintang karakter-karakter yang bersifat sarkastik ini bermain di sebuah film yang bertajukkan drama musikal, "Once Upon a Mattress". Didalam film tersebut Zooey berperan sebagai seorang lady yang bernama Lady Larken yang ingin sekali menikahi seseorang dari kerajaan namun terhambat oleh peraturan kerajaan tersebut yang tidak memperbolehkan siapapun menikah sebelum sang pangeran kerajaan menikah. Lady Larken yang sedang hamil beserta calon suaminya berusaha dengan keras agar supaya sang pangeran menikah dikarenakan apabila dirinya ketahuan hamil oleh kerajaan maka hukuman berat akan menantinya. Dalam film ini Zooey bernyanyi dalam 2 buah lagu dan karakter yang diperankan sama sekali tidak menampilkan sisi sarkastisme ataupun pribadi cuek seorang Zooey Deschanel.

Musik

Meskipun Zooey memulai karirnya dengan berakting, namun selama bertahun-tahun Zooey memiliki tidak hanya hobi akan tetapi keinginan dan dan juga hasrat dalam bemusik. Sejak kecil Zooey telah dapat menulis dan mencipta lagu-lagunya sendiri[rujukan?]. Semasa high-school[4] ini aktif terlibat dalam koir dan pementasan musik[rujukan?]. Zooey sendiri dengan gamblang mengakui bahwa dirinya lebih suka bermusik dibandingkan akting, "I would rather be a songwriter than be an actor" [5]. Bagi Zooey musik dapat memberikan suatu "jiwa" baru untuk orang-orang yang mendengarkannya[5]. Zooey yang mengaku lebih memilih mempunyai rambut berwarna hitam daripada pirang

Tampaknya minat kuat sosok seorang Zooey Deschanel dalam bermusik memiliki pengaruh yang tidak kecil dalam pemilihan karakter-karakter yang diperankannya di dalam beberapa film-filmnya. Diantaranya adalah film drama musikal Once Upon a Mattress dimana Zooey memiliki kesempatan untuk menyumbangkan suara yang diakuinya memiliki karakter low voice[rujukan?] ini didalam lagu yang berjudul A Little While dan Normandy. Film Zooey yang dibintanginya bersama dengan Jim Carrey, Yes Man (2008) juga memberikannya kesempatan untuk menyanyikan beberapa lagu yang menjadi soundtrack dari film tersebut. Film drama Winter Passing (2005) memang tidak menghadirkan suara indah Zooey dalam suatu performance panggung. Namun diawal film tersebut ketika Reese Holdin (karakter yang diperankan Zooey) menghadiri sebuah audisi untuk pementasan drama dirinya diminta untuk menyanyikan sebuah lagu dan dalam scene tersebut Zooey menyanyikan lagu My Bonnie Lies over the Ocean. Selain itu juga karya orisinil Zooey yang beraliran semi-klasik dimainkannya di film tersebut. Lagu instrumental yang merupakan aransemen dari Zooey yang berdurasi sekitar 1 menit ini diberi judul Bittersuite olehnya.

Perjalanan musik Zooey merambah dunia profesional sudah dirintisnya sejak berumur 20 tahunan. Dimasa itu Zooey sudah membuat demo sendiri untuk lagu-lagu ciptaannya sendiri yang disimpan didalam komputer miliknya. Setalah bertemu dengan M. Ward, Zooey memiliki firasat yang sangat yakin bahwa M. Ward inilah yang memang nantinya akan membuat rekaman lagu-lagunya bersama-sama dengan Zooey. Sekalipun Zooey termasuk artist namun tampaknya Zooey adalah sosok yang pemalu. M. ward sendiri yang kemudian meyakinkan Zooey untuk memberinya demo lagu-lagu yang Zooey miliki. Setelah mendengarkan semua lagu-lagu Zooey, M. Ward merasa telah menemukan buah karya yang luar biasa yang sudah seharusnya didengar oleh publik. Lagu-lagu Zooey dirasa olehnya memberikan angin baru dalam komposisi sebuah musik ditahun milenium baru ini. Music Zooey dan M. Ward ini yang kemudian di berikan sentuhan agar memiliki cita rasa kembali ke tahun era 60-an dengan mengusung aliran indie pop[5].

Debut album Zooey dan M. Ward yang berjudul Volume One berhasil di rilis pada tahun 2008 dengan total 13 lagu berada didalam album tersebut. Volume One berada dibawah payung perusahaan rekaman Merge Records dengan M. Ward sendiri yang menjadi produser dari rekaman album tersebut[6].

Penampilan panggung She & Him dinilai oleh banyak orang sebagai performance yang "membosankan", termasuk didalamnya adalah fans baik dari Zooey maupun M. Ward. Berbeda dengan group musik atau duo lainnya, diatas panggung Zooey tampak sangat kaku. Hanya berdiri didepan mikrofon dan sesekali melihat kearah anggota band lainnya. Meskipun begitu Zooey selalu menyanyikan dan menikmati lagunya dengan sungguh-sungguh terlihat dari ekspresi wajah Zooey yang selalu penuh penghayatan ketika menyanyikan lagu yang dibawakannya. Salah satu opini dari penggemar She & Him mengatakan bahwa mereka lebih cocok untuk tampil didalam sebuah gedung dimana para penontonnya duduk menikmati musik duo asal Amerika ini[rujukan?]. Hal ini bukan berarti She & Him kehilangan fans setianya. Kenyataan bahwa para penggemarnya menyadari akan performance Zooey dan M. Ward yang agak berbeda ini malahan memaklumi dan menjadikan aksi panggung mereka sebagai ciri khas dari performa panggung She & Him[rujukan?]

Album kedua She & Him yang di beri judul Volume Two sedang dalam proses penggodokan dan rencananya akan dirilis pada tahun 2010 nanti[rujukan?].

Filmografi

Tahun Film Sebagai Catatan lain
1999 Mumford Nessa Watkins
2000 Almost Famous Anita Miller
2001 Manic Tracy
2002 Abandon Samantha Harper
Sweet Friggin' Daisies Zelda
The New Guy Nora
Big Trouble Jenny Herk
The Good Girl Cheryl
2003 Elf Jovie
House Hunting Christy
It's Better to be Wanted for Murder Than Not to be Wanted at All Gas station girl
All the Real Girls Noel
Whatever We Do Nikki
2004 Eulogy Kate Collins
2005 Once Upon a Mattress Lady Larken
Winter Passing Reese Holdin
The Hitchhiker's Guide to the Galaxy Tricia McMillan/Trillian
2006 Failure to Launch Kit
Weeds Kat (3 episodes)
Live Free or Die Cheryl Lagrand
2007 Flakes Miss Pussy Katz
Raving Katie Short Film
The Good Life Frances
The Go-Getter Kate Sullivan
Bridge to Terabithia Miss Edmunds
Surf's Up Lani Aliikai (voice)
The Assassination of Jesse James by the Coward Robert Ford Dorothy Evans
Tin Man DG TV miniseries
2008 The Happening Alma Moore
Yes Man Renee Allison post-production
Gigantic Harriet "Happy" Lolly Shown at Toronto International Film Festival
2009 500 Days of Summer Summer

source : wikipedia.....





This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Berlangganan Postingan [Atom]